Selamat Datang di Kampung

Diinformasikan buat para perantau yang ingin pulang kampung ataupun mudik, jika sudah sampai di kampung halaman, kembalilah menggunakan bahasa daerah. Terutama buat perantau Minang, kalau udah pulang kampuang sampai di kampuang gunakan bahaso awak baliak, jan menggunakan Bahaso Indonesia Raya [atau gaul] juo. Den tembak jo kajai, malu den.

=====

Sebuah postingan yang membuat kami tergelak, kegundahan yang selama ini kami rasakan, rupanya tak kami seorang sahaja yang memendamnya. Banyak anak-anak Minang yang merasakan hal yang sama atau mungkin lebih ke arag gusar ataupun marah mendapati keadaan yang menyedihkan pada beberapa kampung.

Terkait penggunaan Bahasa Minang dalam percakapan sehari-hari memang telah banyak berubah. Apalagi di tengah dera perubahan (globalisasi) dimana banyak istilah baru masuk, termasuk istilah/kata/kosa kata yang ada padanannya dalam Bahasa Minang, ikut diserap. Hal ini berakibat semakin hilangnya beberapa kata asli dalam perbendaharaan berbahasa orang Minang.

Yang terburuk dari itu semua ialah suatu kebiasaan yang entah bila bermulanya, dimana para orang tua atau anggota keluarga dalam berkomunikasi dengan anggota baru (bayi, balita, kanak-kanak) menggunakan Bahasa Indonesia. Yang membuat gemas ialah, Bahasa Indonesia yang mereka gunakan tidak begitu lurus, beberapa kosa kata yang janggal ialah pembahasa Indonesiaan dari Bahasa Minang yang oleh orang Jakarta justeru terasa aneh atau bahkan tak dikenal. Ditambah lidah Orang Melayu di Minangkabau yang kaku apabila menggunakan Bahasa Indonesia menambah keanehan lainnya.

Beberapa orang berdalih “Nanti malu dia dengan kerabat di rantau, kalau mereka pulang nanti tak pandai berbahasa Indonesia” maksudnya ialah karena kerabat di rantau menggunakana Bahasa Indonesia dengan anak-anak mereka yang berakibat anak-anak tersebut hanya bisa menuturkan satu bahasa itu sahaja. Dan mereka tidak pandai bercakap menggunakan bahasa asli dari tanah kelahiran orang tua mereka.

Entah bila pula bermula, orang berbahasa Minang dianggap kampungan atau menggunakan Bahasa Minang dianggap kampugan dan tidak berpendidikan. Sehingga muncul istilah Bahasa Kampung bagi orang Minang yang masih berbahasa Asli. Bahkan beberapa orang mencemooh apabila mendengar beberapa kosa kata yang terasa asing.

Akibat dari ini semua ialah menghilangnya pengetahuan orang Minangkabau Masa Kini tentang kekayaan Bahasa Minangkabau itu sendiri. Sebab Adat (Budaya ) Minang itu plural, tiap kampung di Minangkabau memiliki adat resam (corak adat) yang berbeda dengan kampung jiran mereka. Apalagi jika dilihat dalam rentang wilayah, akan kentara perbedaannya. Tidak seperti anggapan orang Pusat yang memandang satu provinsi ini samah adat (budaya)nya.

Kami terkenang dengan kisah orang dahulu: Dahulu, pasar di Bukit Tinggi itu ialah Pasar Serikat kami orang Agam (Agam Tuo). Apabila hari pakan (hari pasar) tiba (yakni Rabu & Sabtu) maka sekalian orang Agam akan datang berjualan dan berbelanja. Ketika tumpah ruah dan berkumpul bersama itu, maka apabila kami saling bercakap, maka akan ketahuan kampung kami dari mana. Karena dari dialek atau logat Bahasa Minang yang dipakai, kami sudah tahu kampung asalnya.

Demikianlah orang Minang dahulu, walaupun berbeda logat, dalam berkomunikasi mereka tetap saling mengerti dan memahami. Bahkan bertambah pengetahuan mereka dengan padanan kosa kata Bahasa Minang mereka yang berbeda-beda itu. Tidak ada saling mencemooh seperti lazim yang kita dapati pada masa sekarang.

Oleh karena itu, orang Minangkabau memiliki kearifan “Apabila bercakap menggunakan Bahasa Minang, apabila menulis Menggunakan Bahasa Melayu” Bahasa Melayu yang digunakan oleh orang Minang sebagai bahasa tulis inilah yang akhirnya menjadi Bahasa Indonesia.

Orang Minang tidak pernah menulis menggunakan Bahasa Minangkabau melainkan menggunakan Bahasa Melayu dan Bahasa Melayu yang digunakan oleh orang Minangkabau itu tidak sama dengan Bahasa Melayu yang menjadi Bahasa Resmi di Malaysia, terutama dari logat pengucapannya. Bahasa Melayu yang dipakai oleh orang Minang inilah yang akhirnya menjadi Bahasa Indonesia.

Dalam lembaran sejarah apabila kita usai akan berjumpa ia, bahwa Kitab Logat Melayu pertama yang disusun pada tahun 1901 di masa Belanda yang dikenal dengan ejaan van Ophuijsen disusun oleh satu orang Ahli Bahasa berkebangsan Belanda dan dua orang Melayu dari Minangkabu. Demikian pula dimasa sesudahnya,kita mengenal Engku St. Muhammad Zain yang digelari sebagai Bapak Bahasa Melayu, beliau menirbitkan Kamus Modern Bahasa Indonesia pada tahun 1951. Kemudian diranah politik kita mengenal Yahya Dt. Kayo seorang birokrat dimasa Belanda yang kemudian menjadi anggota Volkstaad aau Dewan Rakyat (Parlemen) dimana beliau bersama politisi asal Minangkabau lainnya memperjuangkan Bahasa Melayu untuk dijadikan Bahasa Resmi.

Namun kini banyak anak Minangkabau yang tak mengenal dan mengetahui hal tersebut, punahnya Bahasa Minang tinggal menunggu waktu.

=====

Video diambil dari potingan Tikto bgaril.se (malala.se)
kata dalam [] ditambahkan admin

=====

Baca Juga:

  1. Punahnya Bahasa Minang? Tinggal Menunggu Waktu
  2. Tingkat Keterancaman Bahasa Minangkabau
  3. Bahasa Kini
  4. Salah Asuhan
  5. Bahasa Bangetsnya Terasa Banget
  6. Kecintaan Minang Atas Bahasa Melayu
  7. Engku Sutan Muhammad Zain: Bapak Bahasa Melayu
  8. Pertumbuhan Menjadi Bahasa Resmi
  9. Kenapa Malaysia Menggunakan Dialek Johor Riau sebagai Dialek Standard
  10. Kecintaan Minang atas Bahasa Melayu
  11. Pertumbuhan Menjadi Bahasa Resmi
  12. Bahasa Melayu di Aceh
  13. Nasionalisme Bahasa
  14. Sejarah Bahasa Melayu
  15. Asal Mula Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia
  16. Bahasa Melayu Kuno
  17. Bahasa Menentukan Bangsa
  18. Alam Malayu (Jazirah Malayu)
  19. Bahasa Melayu Banyak Dialeknya
  20. Bahasa Indonesia Ialah Bahasa Melayu
  21. Nasionalisme Bahasa
  22. Bahasa Indonesia Masa Kolonial
  23. Bahasa Melayu di Aceh
  24. Manuskrip Melayu

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.