Pasa Lereng 90’s

Pasa Lereng yang pada masa sebelumnya dikenal dengan nama Labuah Lereng. Bagi anak sekarang yang tak kenal dengan kata ‘labuah’, elok kami beritahu artinya yaitu ‘jalan’. Kawasan yang kita kenal pada masa sekarang sebagai pada, sesungguhnya dirancang dibuat sebagai jalan yang menghubungkan antara Pasa Bawah dengan Pasa Ateh. Banyak jalan menuju Pasa Ateh, sebut sahaja ialah Simpang Kangkuang, Kampuang Cino, Kelok Wowo, Pendakian Benteng, Pendakian dari arah Panorama.

Namun pada perkembangannya, Labuah Lereng menjelma menjadi pasa, mungkin karena terletak diantara Pasa Ateh dan Pasa Bawah. Silahkan tuan tengok sendiri pada gambar, tampak tahap evolusinya. Kita dapat awalnya tentu dari masa Belanda dimana sudah ada beberapa pedagang kaki lima berjualan disana dan semakin lama semakin ramai.

Pada gambar tampak belum ada bangunan semi permanen seperti sekarang. Para pedagang membawa payung besar untuk melindungi dari sengatan matahari dan deraan hujan. Payung itu amat payah kita jumpai pada masa sekarang. Dari sini dapat kita lihat Jl. Perintis Kemerdekaan yang ada di bawah. Sepertinya foto ini diambil dari bawah, tampak jarak dengan jalan tidak begitu tinggi dan ada Janjang Gantuang terekam oleh tukang kodak.

Pada gambar tampak para pedagang yang berjualan, kesemuanya perempuan kecuali satu orang yang merupakan laki-laki. Wajahnya tidak tampak karena ia menoleh ke arah berlawanan. Kesemua pedagang memakai baju kurung yang lazim pada masanya, kecuali satu orang yang memakai baju coklat, rok merah, dan tidak berhijab. Sang pembeli seorang ibu-ibu memakai baju safari, kemungkinan pegawai negeri. Kanak-kanak perempuan bersamanya, satu orang memakai seragam yang kemungkinan seragam Taman Kanak-kanak, yang seorang lagi memakai baju model terkini, tak berhijab pula.

Pada gambar di atas tampak payung besar yag kami maksudkan, belum digunakan terpal. Gambar yang memperlihatkan sudut berbeda ini merekam suasana berbeda pula. Tampak dua orang pedagang laki-laki, menarik melihat perempuan yang membelakangi foto pada bagian kanan atas, walau memakai baju kaos namun tetap berkodek kain sarung dan bertingkuluak.

Kami gemas membaca dikolom komentar “Baju kebaya dalam saisuak, Kapalo ba baban, tangan melenggang, ibk mandukuang anak pakai kain panjang ha ha, gaya saisuak, tarimokasih,.” {Baju kebaya dalam dahulu, kepala membawa beban, tangan melenggang, ibu mengendong anak memakai kain panjang. Gaya dahulu, terima kasih]

Terlalu cepat mengambil kesimpulan, apakah ini baju kebaya? kami rasa tidak. Dan apakah ini baju kurung? kamipun agak berat menjawabnya karena leher bajunya terlalu rendah untuk baju kurung. Namun terlalu lapang untuk baju kebaya, ditambah biyai kita ini bertingkuluak pula. Mana ada perempuan berkebaya bertingkuluak?! yang ada berselendang dan berkonde. Mungkin baju ini dimodifikasi, biasalah, modifikasi banyak dilakukan hingga kini. Baik atas permintaan konsumen maupun kreasi dari tukang jahit.

Ibu membawa anak yang bercelana selutut dan tak berhijab itu tidak sedang mandukuang melainkan mamangku (memangku). Mandukuang ialah apabila si anak diletakkan di punggung.

===

Baca Juga:

  1. Pasa Lereng 1982
  2. Pasa Bawah, Aua Tajungkang, Pasa Lereng ’82
  3. Janjang Gantuang & Pasa Bawah

2 Comments Add yours

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.