Bukittinggi Masa PDRI

Foto ini dikirim oleh engku Azimal Agus pada laman facebook beliau dengan keterangan “Tahun 1948, sesudah kemerdekaan Belanda masuk lagi ke Bukittinggi, dikenal dengan Agresi Ke-2

Agresi Belanda ke-2 di Bukittinggi meninggalkan banyak kenangan. Sebelum melakukan penyerangan, Belanda melakukan beberapa kali pemboman di kota ini. Dimana pada masa yang bersamaan, para pemimpin sedang berapat di Istana Bung Hatta, rapat tersebut diundur dan baru kemudian dilanjutkan pada petang harinya. Buah dari rapat ini ialah diproklamirkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi.

Kemudian terjadi hijrah besar-besaran oleh para pemimpin dan masyarakat serta pembumihangusan kota oleh para pejuang. Salah satu yang dibumihanguskan ialah Istana Bung Hatta.

Foto di atas memperlihatkan beberapa orang tentara Belanda beserta kendaraan militer mereka. Jam Gadang masih tegak dengan atapnya yang telah ditukar oleh Jepang. Terdapat sebuah gerbang disamping kiri Jam Gadang dengan tulisan “MERDEKA”.

Selain foto di atas, terdapat beberapa foto semasa yang mengambil gambar di pusat kota. Diantaranya ialah:

Foto di atas dikirim oleh akun facebook Uda Win Gutji dengan keterangan “Rang Bukittinggi mancaliak parade kendaraan lapih baja Balando di Bukittinggi tanggal 29 Agustus 1949, lokasi diperkirakan disekitar Tugu Pahlawan Tak Dikenal kiniko..” (Orang Bukittinggi melihat parade kendaraan lapis baja Belanda di Bukittinggi tanggal 29 Agustus 1949, lokasi diperkirakan disekitar Tugu Pahlawan Tak Dikenal sekarang)

Namun beberapa orang memberi masukan, mungkin ini di jalan mendaki dari RS. Ahmad Muchtar menuju Benteng. Tambahan lain, mungkin ini pada bulan Desember 1948 karena pada bulan Juli 1949 telah terjadi kesepakatan antara Belanda dengan Indonesia dan para pemimpin yang diasingkan telah kembali ke Ibu Kota Yogyakarta.

Foto kiriman engku Azimal Agus ini merupakan foto langka, salah satu dari sudut Kota Bukittinggi yang jarang tampak di foto-foto lama. Keterangan pada kiriman ” Bukittinggi 1948, Gedung Nasional (Gedung Kesenian) tempat siswa SMP/SMA mengadakan pentas seni di tahun 1950an s/d 1970an di lokasi kantor DPRD kini

Gedung ini merupakan gedung bersejarah, dimasa awal proklamasi menjadi tempat rapat oleh tokoh-tokoh pergerakan di daerah. Dan dari keterangan pada kiriman kita mendapat informasi tambahan kalau gedung itu dulu digunakan oleh murid-murid SMP dan SMA untuk pementasan kesenian.

Jauh sebelum itu, yakni dimasa kolonial, bangunan tersebut bernama Societeit. Setiap kota pada masa itu memiliki bangunan dengan nama serupa. Bagi penduduk setempat dikenal dengan nama Rumah Bola. Karena disana para pejabat kolonial selain mengadakan pertemuan, menggelar berbagai acara, pesta, atau hiburan lainnya, mereka juga menggunakan gedung tersebut sebagai tempat bermain ‘bola bilyard’. Tidak diketahui apakah di Bukittinggi pada masa kolonial juga dikenal istilah “Rumah Bola” dikalangan penduduk asli.

Pada gambar tampak satu puah panser melintas pada jalan di persimpangan yang lengang. keadaan lengang dan bangunan serta bangunan lain tampak berdiri dengan asrinya, teratur dan terawat. Tampaknya gedung ini tidak menjadi sasaran bumi hangus oleh para pejuang.

Foto ini masih dikirim oleh engku Azimal Agus dengan keterangan “Bukittinggi 1948.. Simpang Kangkuang

Tampak pada foto truk tentara Belanda berjejer parkir pada salah satu sisi jalan mengarah ke Simpang DPRD. Menarik melihat keadaan masa itu yang terekam oleh foto. Bangunan bertingkat dua pada sisi sebelah kiri yang kini telah tak tampak. Jejeran tiang listrik juga menarik perhatian karena berdiri dengan rapi dan simetris, tanda yang punya perencanaan dan yang mengerjakan tidak asal jadi dalam bekerja. Pada sebelah kanan tampak pagar tanaman dimana pada masa sekarang sangat langka dijumpai di kota ini. Kini, semuanya serba beton, betonisasi dan Zaman Beton.

Foto di atas masih dikirim oleh engku Azimal Agus dengan memuat keterangan “Bukittinggi 1948, agresi Ke-2 Belanda, banyak bangunan yang dibakar

Sepertinya foto ini diambil dari atas Bukit Kandang Kabau, tampak bangunan penjara dan atap dari bangunan Hotel Jogja sekarang. Serta asap tengah membubung pada bangunan diseberang jalan. Tampaknya, bangunan penjara dan rumah-rumah yang sederetnya tidak ikut dibumi hanguskan oleh para pejuang.

Kendaraan militer Belanda parkir berjejer pada salah satu sisi jalan, batang kayu yang sebagian masih ada tampak berdiri simtris menambah pesona tersendiri. Dan yang paling menarik lahan persawahan yang tampak pada bagian kiri foto, kini telah berubah menjadi kawasan pemukiman.

Foto terakhir dari rangkaian foto kita kali ini masih berasal dari kiriman engku Azimal Agus dengan keterangan “Bukittinggi 1948 (Agresi ke-2 Belanda) Pasa Ateh sebagian dibakar

Sepertinya foto ini diambil dari atas Jam Gadang dan tampak bangunan Pasa Ateh yang legendaris itu yang kesemuanya telah tinggal nama. Dimulai dari paling kiri, berjejer dua buah bangunan yang dikenal dengan nama Los Galuang berdiri dengan elegan dan rapi walau dirusak oleh beberapa bangunan yang terletak ditengah-tengah antara kedua los tersebut, kemungkinan dibuat kemudian.

Kemudian disebelahnya berdiri bangunan terbuat dari bata berspesi bertingkat dua, apakah tiga baris bangunan ini yang dinamai dengan Los Saudagar? Bangunan dengan arsitektur khas kolonial yang kaya akan nilai ilmu pengetahuan dan seni arsitektur.

Bangunan-bangunan tersebut terlihat berdiri sama rata, ataukah ini karena faktor teknik pengambilan foto?

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.